bidik.co – PPP kubu Suryadharma Ali dan Djan Faridz telah melayangkan gugatan ke PTUN terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy (Romi). Kini, PTUN telah mengeluarkan keputusan penundaan terhadap SK Kemenkum HAM itu.
“PTUN sudah mengeluarkan putusan provisi,” kata politisi PPP kubu Suryadharma, Ahmad Yani, Sabtu (8/11/2014).
Konsekuensi dari putusan itu adalah penundaan pemberlakuan SK Kemenkum HAM yang mengesahkan kepengurusan kubu Romahurmuziy hingga PTUN mengeluarkan putusan akhir yang berkekuatan hukum tetap. SK Menkum HAM itu bernomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Struktur Kepengurusan DPP PPP.
“Intinya memerintahkan kepada Menkum HAM untuk melaksanakan penundaan pemberlakuan SK Menkum HAM tersebut,” kata Yani.
Dengan demikian, susunan kepengurusan PPP berada dalam keadaan status quo, balik lagi ke keadaan seperti sediakala, yakni Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum dan Romi sebagai Sekretaris Jenderal. Keadaan ini akan berubah tergantung keputusan akhir PTUN nantinya, apakah memenangkan kubu Suryadharma atau menguntungkan kubu Romi.
“Posisinya sekarang menjadi status quo,” kata Yani.
Atas kabar tersebut, kubu Romi tetap menganggap kepengurusannya tetap sah.
“Kalaupun benar ada Penetapan tersebut, maka itu tidak otomatis membuat Keputusan Menkumham tersebut batal atau menjadi tidak berlaku. Keputusan itu tetap sah selama belum ada Putusan yang final dan mengikat dari Mahkamah Agung RI yang secara tegas membatalkannya ”, ujar Wakil Sekjen PPP kubu Romi, Arsul Sani, dalam keterangan, Sabtu (8/11/2014).
Arsul akan memastikan terlebih dahulu soal kabar adanya Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor: M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 itu. Dia akan melakukan pengecekan ke PTUN Jakarta.
Lebih lanjut, Arsul menilai gugatan PTUN yang dilayangkan oleh Suryadharma dan Gojali Harahap juga tidak punya kepentingan dengan PPP. Ini karena Arsul menilai kepengurusan Suryadharma tidak sah.
“Jika-pun yang dipakai pedoman adalah Muktamar PPP di Jakarta, maka mereka sudah bukan pengurus DPP PPP lagi sehingga tidak punya kapasitas maupun kepentingan untuk mengatasnamakan DPP PPP”, ujar Wasekjen DPP PPP bidang hukum ini.
Dirinya meminta agar PTUN berhati-hati dan cermat dalam memeriksa perkara PPP ini. PPP kubu Romi ini akan mengajukan permohonan intervensi.
“Oleh karena itu, yang paling baik adalah PTUN Jakarta tidak mengambil tindakan pendahuluan apapun sebelum semua duduk persoalan dikuasainya, apalagi yang jadi penggugat sudah bukan Ketua Umum DPP PPP lagi”, ujar Arsul.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, Selasa (28/10/2014) siang meneken Surat Keputusan yang menyatakan PPP yang sah adalah di bawah kepemimpinan Ketum Romahurmuziy dan Sekjen Aunur Rofik yang disahkan di Muktamar VIII Surabaya.
“Benar saya tanda tangan jam 13.00 WIB. Saya harus ambil keputusan karena Muktamar kan keputusan tertinggi partai. Kalau tidak jelas apakah Muktamar A atau B, nggak baik lah,” ujar Yasonna usai menemui Romi, sapaan akrab Ketum PPP, di Kantor Kemenkumham, Selasa (28/10/2014).
Laony mengatakan keputusannya tersebut tidak ada kaitannya dengan kecenderungan terhadap koalisi tertentu. “Nggak ada urusan dengan KIH (Koalisi. Saya kan sudah bicara dengan Pak Amir (Syamsuddin/mantan Menkum HAM) tapi nggak enak ambil keputusan masa transisi, beliau tidak enak. Rapat dengan Presiden, jangan tunda masalah kita kerja terus. Artinya, jangan tunda masalah. Kalau tidak puas silakan ke jalur hukum,” terangnya.
Mantan anggota Komisi II DPR ini mengimbau apabila ada pihak yang tidak puas dengan ditandatanganinya surat keputusan tersebut, maka pihaknya dapat menggugat ke PTUN. Yasonna juga mencontohkan perseteruan serupa yang pernah dialami oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) antara Gus Dur dan Muhamainin Iskandar.
“Keputusan dari Kemenkum HAM kalau seandainya merasa puas dapat menggugat ke pengadilan PTUN seperti yang pernah dilakukan oleh PKB dulu. Selalu ada way out,” tutupnya.
Keputusan Kemenkumham ini juga ditegaskan Ketua Umum DPP PPP hasil muktamar VIII Muhammad Romahurmuziy. Romi membocorkan nomor SK yang diterbitkan Kemenkumham yakni Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP.
Dengan demikian, kata Romi, maka seluruh keputusan muktamar VIII di Surabaya pada 15-17 Oktober 2014 telah sah sesuai amanah UU No 2 tahun 2008 jo UU No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
“Dengan disahkannya susunan kepengurusan DPP PPP maka mulai hari ini, hanya ada satu DPP PPP, yakni di bawah kepemimpinan Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik,” kata Romi, melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (28/10/2014).
Dengan demikian, kata Romi, kepengurusan DPP PPP yang sah hanya ada satu yaitu ada di bawah kepemimpinannya. (*)