bidik.co — Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat mengaku siap masuk kabinet jika mendapat restu dari Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seiring mencuatnya isu perombakan kabinet oleh Presiden RI Joko Widodo.
“Kader itu anak buah SBY, jadi taat apa yang ditugaskan ketua umum. Kalau ketua umum oke, maka sebagai kader siap ditempatkan di mana saja,” ujar Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul dengan percaya diri (PD), di Surabaya, Minggu (10/5/2015).
Menurut dia, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Sehingga, partainya tidak akan mencampuri urusan pemerintah pusat, khususnya terkait isu perombakan kabinet.
“Joko Widodo sebagai Presiden yang tahu dan kami tidak mengomentarinya. Kalau memang memerlukan kader Demokrat, silakan berkomunikasi dengan ketua umum,” kata Anggota DPR RI itu.
Politisi asal Medan tersebut mengaku pernah ditawari oleh Presiden untuk duduk di kursi Kabinet Kerja karena perannya sebagai tim sukses Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada Pemilihan Presiden 2014.
“Tapi saya ini anak buahnya SBY dan tidak akan mengkhianatinya. Saya diminta membenahi partai terlebih dahulu dan siap menjalankan perintah ketua umum,” ucap Ruhut.
Sementara itu, Ruhut Sitompul juga menegaskan bahwa SBY meminta kadernya untuk mendukung pemerintahan saat ini dan tidak melakukan gerakan yang berniat menjatuhkan di tengah jalan.
“Partai Demokrat sebagai penyeimbang di pemerintahan. Setiap kebijakan yang pro rakyat pasti didukung, tapi jika ada yang keliru maka kewajiban kami memberi solusi,” ucapnya.
Sejumlah komentar beragam muncul dari berbagai pihak terkait isu perombakan kabinet sebagai bentuk evaluasi pembantu Presiden Joko Widodo sejak dilantik Oktober, 2014.
Salah satunya politisi Partai Golkar Ridwan Hisjam yang menilai terlalu dini jika Presiden perombakan kabinet karena khawatir jika timbul kesan dipaksakan.
Wakil Sekretaris Jenderal Golkar versi Aburizal Bakrie ini mengatakan, untuk membuktikan kemampuannya maka anggota Kabinet Kerja masih membutuhkan waktu setelah melewati proses penyesuaian beberapa bulan pertama.
Sebelumnya Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) merilis hasil survei evaluasi pemerintahan Jokowi-JK dalam 6 bulan terakhir. Surve ini melibatkan 450 responden dengan margin error +/- 4,62% dan dilaksanakan pada tanggal 24-30 April 2015.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan sampel dipilih secara acak.
“56 persen masyarakat menilai perlu dilakukan reshuffle kabinet, 37% masyarakat menyatakan tidak perlu reshuffle, dan 7% menyatakan tidak tahu atau tidak jawab,” kata peneliti Kedai Kopi Hendri Satrio, di Kedai Tjikini, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/5/2015).
“38,4% itu ingin reshuffle setelah 1 tahun masa pemerintahan. Lalu 22,2% itu baiknya reshuffle setelah 6 bulan masa pemerintahan,” lanjut Hendri.
Dalam survei ini, masyatakat juga berharap jabatan menteri nantinya setelah dilakukan reshuffle diisi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan profesional. Sekitar 48 persen masyarakat mendukung penambahan alokasi jatah bagi para profesional di kabinet Jokowi-JK.
“Tidak ditambah profesional itu 40 persen, dan tidak tahu 12 persen,” ucapnya.
Hasil survei juga menyebut bahwa saat ini masyarakat banyak mengeluhkan tentang naiknya sejumlah harga kebutuhan bahan pokok. “Persoalan paling pokok yang tengah dirasakan publik 57,1 persen itu dari harga kebutuhan pokok yang mahal,” kata Hendri.
Setelah harga sembako yang mahal, masyarakat juga mengeluhkan naiknya harga BBM dengan persentase sebesar 20,2 persen, disusul kemacetan 8,2 persen, susah mencari kerja 5,3 persen, tidak ada rasa aman 3,1 persen, dan biaya berobat yang mahal 1,3 persen, serta banjir 1,1 persen.
Secara umum, hinga enam bulan terakhir pemerintahan Jokowi-JK, 65,6 persen mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hanya sekitar 31,3 persen yang menyatakan puas dan sisanya 3,1 persen menjawab tidak tahu.
“Janji-janji kampanye Jokowi-JK seperti yang tertuang dalam Nawa Cita juga mendapatkan rapor merah dari publik. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah merata pada semua segmen seperti pendidikan, pendapatan, usia, dan wilayah,” terangnya.(*)