bidik.co — Beberapa saat usai insiden pembantingan meja di Paripurna DPR, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, Selasa (28/10/2014) siang meneken Surat Keputusan yang menyatakan PPP yang sah adalah di bawah kepemimpinan Ketum Romahurmuziy dan Sekjen Aunur Rofik yang disahkan di Muktamar VIII Surabaya.
“Benar saya tanda tangan jam 13.00 WIB. Saya harus ambil keputusan karena Muktamar kan keputusan tertinggi partai. Kalau tidak jelas apakah Muktamar A atau B, nggak baik lah,” ujar Yasonna usai menemui Romi, sapaan akrab Ketum PPP, di Kantor Kemenkumham, Selasa (28/10/2014).
Laony mengatakan keputusannya tersebut tidak ada kaitannya dengan kecenderungan terhadap koalisi tertentu.
“Nggak ada urusan dengan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Saya kan sudah bicara dengan Pak Amir (Syamsuddin/mantan Menkum HAM) tapi nggak enak ambil keputusan masa transisi, beliau tidak enak. Rapat dengan Presiden, jangan tunda masalah kita kerja terus. Artinya, jangan tunda masalah. Kalau tidak puas silakan ke jalur hukum,” terangnya.
Mantan anggota Komisi II DPR ini mengimbau apabila ada pihak yang tidak puas dengan ditandatanganinya surat keputusan tersebut, maka pihaknya dapat menggugat ke PTUN. Yasonna juga mencontohkan perseteruan serupa yang pernah dialami oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) antara Gus Dur dan Muhamainin Iskandar.
“Keputusan dari Kemenkum HAM kalau seandainya merasa puas dapat menggugat ke pengadilan PTUN seperti yang pernah dilakukan oleh PKB dulu. Selalu ada way out,” tutupnya.
Keputusan Kemenkumham ini juga ditegaskan Ketua Umum DPP PPP hasil muktamar VIII Muhammad Romahurmuziy. Romi membocorkan nomor SK yang diterbitkan Kemenkumham yakni Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP.
Dengan demikian, kata Romi, maka seluruh keputusan muktamar VIII di Surabaya pada 15-17 Oktober 2014 telah sah sesuai amanah UU No 2 tahun 2008 jo UU No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
“Dengan disahkannya susunan kepengurusan DPP PPP maka mulai hari ini, hanya ada satu DPP PPP, yakni di bawah kepemimpinan Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik,” kata Romi, melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (28/10).
Dengan demikian, kata Romi, kepengurusan DPP PPP yang sah hanya ada satu yaitu ada di bawah kepemimpinannya.
Selanjutnya, mantan Sekjen PPP ini memberi lima instruksi kepada seluruh pengurus dan fungsionaris PPP baik di tingkat DPP, DPW, DPC, PAD, dan PR untuk mensolidkan kembali partainya.
Pertama, menyatakan diri ishlah dan ruju’ilal haqq atas kepemimpinan nasional DPP PPP seperti yang dijelaskan di atas.
Kedua, mengakhiri seluruh perbedaan dengan berdiri di atas satu barisan, yakni kepemimpinan nasional di bawah Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik.
Ketiga, tidak menghadiri forum permusyawaratan nasional dalam bentuk apapun, termasuk yang menamakan dirinya muktamar pada 30 Oktober hingga 2 Nopember 2014.
“Kepada seluruh pengurus DPP, DPC, DPW, pimpinan cabang-ranting, agar tidak menghadiri Muktamar 30 Oktober, agar tidak menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai Muktamar 30 Oktober itu,” kata Romi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/10/2014).
Dengan demikian, Muktamar yang belum terselenggara itu batal demi hukum. Izin keramaian diminta tidak diterbitkan untuk gelaran itu. “Karena itu, Muktamar 30 Oktober batal demi hukum,” katanya.
Bahkan Romi memastikan jika Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tak akan hadir dalam Muktamar itu. Sebagaimana diketahui, PPP yang sah telah menyatakan dukungannya terhadap Jokowi-JK dan masuk Koalisi Indonesia Hebat.
Keempat, segera mengonsolidasikan diri kepada DPP PPP di bawah kepemimpinan Muhammad Romahurmuziy dan Aunur Rofik, melalui DPW-nya masing-masing. Kelima, kepada seluruh ketua dan sekretaris DPW PPP di seluruh Indonesia agar menghadiri rapat pimpinan nasional pertama di Jakarta, pada 28 Oktober 2014.
“Keputusan ini agar disosialisasikan kepada seluruh kader PPP,” pungkas Romi. (ant/dt/gbi)
Selain itu, Yasonna menegaskan, pengakuan terhadap Partai Persatuan Pembangunan versi Romahurmuziy karena tak ingin permasalahan di internal PPP berlarut-larut. Untuk itulah menurut Yasona perlu dilakukan penyelesaian menurut ketentuan yang berlaku.
“Saya tidak mau menimbulkan banyak masalah. Kita selesaikan sepanjang sudah ketentuannya begitu,” kata Yasonna usai menghadiri perayaan HUT 50 Golkar di Kemayoran Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2014) malam.
Yasonna menyebut keputusan yang diambilnya ini akan banyak ditentang oleh pihak-pihak yang tidak puas. Untuk itu, dirinya mempersilakan bila kubu yang tidak suka dengan keputusan Kemenkumham untuk memperkarakannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Mengenai PPP Kubu Suryadharma Ali yang akan melaksanakan Muktamar pada 30 Oktober, Yasonna juga mempersilakan. Namun dirinya merasa ada suatu keanehan, karena dalam satu partai Muktamar dilaksakan dua kali dalam waktu yang berdekatan.
Muktamar kubu SDA ini dinilai Yasonna bukanlah solusi untuk meredakan kekisruhan. Menurut politisi PDI Perjuangan ini, sebaiknya konflik PPP diselesaikan melalui PTUN.
“Kalau mereka nanti mau membuat muktamar, silahkan saja, itu hak mereka. Nanti kita uji, melalui apa? Melalui PTUN,” ucap dia. (ai)