bidik.co — Jaya Suprana (Phoa Kok Tjiang) yang merupakan pendiri dan Ketua Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), menulis surat terbuka disebuah media cetak untuk Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Zhong Wanxue) alias Ahok pada, Rabu (25/3/2015) yang menceritakan kekaguman sekaligus kritiknya terhadap Ahok.
Dalam surat itu, Jaya Suprana mengingatkan Ahok atas kerusuhan-kerusuhan yang berlatar belakang SARA, khususnya yang mengintimidasi keturunan Tionghoa. Dari peristiwa G30S (Gerakan 30 September), kerusuhan rasial tahun 80an di Semarang, dan terakhir kerusuhan besar tahun ’98 di nusantara.
Menanggapi hal itu, Ahok justru mengatakan langkah Jaya Suprana itulah yang melatih dirinya sendiri untuk berbuat rasis.
“Dia merasa masih kayak otak warga negara kelas dua, dia melatih merasis diri,” tuturnya kepada wartawan, Senin (30/3/2015).
Ahok menambahkan dirinya tidak perlu merasa takut terhadap risiko langkahnya selama ini. “Apapun yang saya lakukan karena ini hak saya, kenapa saya harus ketakutan? Kan posisinya sama warga Indonesia yang dilindungi undang-undang, waktu kerusuhan 98 saya enggak tahu apa-apa,” imbuhnya.
Jaya Suprana juga mengingatkan Ahok sebagai seorang pejabat publik dari warga minoritas Tionghoa, sering dijadikan representasi atas etnisnya. Melalui surat itu, dia juga meminta Ahok agar menjaga kata-kata dan tingkah lakunya demi keamanan warga keturunan.
Menanggapi hal itu, Ahok mengatakan bahwa pihaknya siap menanggung risiko tanpa harus merepotkan orang lain.
“Kalau ada risiko saya sendiri dan keluarga yang menanggung kok. Ngapain Anda (Jaya Suprana) repot-repot? Dia itu otaknya status quo. Saya tidak pernah merasa minoritas. Memangnya saya mau lahir kayak gini? Kalau boleh milih hidup, saya akan pilih jadi anak Pangeran Charles saja,” tuturnya diiringi gelak tawa wartawan.
Lebih lanjut Ahok mengatakan langkah Jaya Suprana dengan menulis surat terbuka di media itu adalah langkah provokatif. “Kalau dia baik hati, ngapain dia provokasi lewat koran, itu justru provokasi orang-orang lho,” lanjutnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, dalam laman facebooknya, pengamat kebijakan publik Ferry Dzulkifli Latief menyayangkan pandangan Jaya Suprana yang bijak malah dianggap provokatif oleh Ahok.
“Pandangan Jaya Suprana yang bijak kenapa justeru dianggap provokasi?,” tutur Ferry dalam status facebooknya, Senin (30/3/2015) malam.
Sementara itu pengamat kebijakan publik lainnya, Fami Fachrudin menilai, apa yang dikatakan Ahok adalah hal yang benar, sementara surat terbuka Jaya Suprana dinilai mewakili suara Cina warga kelas 2 (dua) era Orde Baru.
“dari sisi perjuangan kesetaraan etnis, apa yg dikatakan ahok sdh benar. jaya suprana mewakili suara cina warga kelas 2 era orde baru di republik ini,” tuturnya dalam laman facebooknya, Selasa (31/3/2015) siang.
Selanjutnya Fami mencontohkan generasi anaknya yang berinteraksi dengan etnis Cina tidak ada lagi stigma, mereka sudah merasa setara.
“generasi anak saya yg kuliah di Binus sdh tdk ada lagi stigma sama etnis cina. mereka sdh merasa setara sbg warga negara. etnis cina yg eksklusif justru lebih menyebalkan dari ahok. apalagi ada di antara mereka merasa lebih superior krn secara ekonomi lebih maju,” tandasnya. (*)