bidik.co — Konflik di internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak bisa diselesaikan melalui pengadilan.
“Yang terjadi di Partai Golkar dan PPP itu kan sudah jelas terkait dengan perselisihan kepengurusan,” kata Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Indonesia, Said Salahuddin, Sabtu (20/12/2014).
Said menjelaskan, Pasal 32 ayat (5) UU 2/2011 tentang Perubahan Atas UU 2/2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) telah mengatur tentang kekhususan perselisihan parpol yang berkenaan dengan kepengurusan. Pasal itu menjelaskan bahwa khusus perselisihan kepengurusan penyelesaiannya hanya bisa dilakukan di internal parpol sendiri melalui Mahkamah Partai. Putusan dari Mahkamah partai sifatnya final dan mengikat.
“Untuk jenis perselisihan lain yang terjadi di internal parpol, seperti soal pemecatan anggota, penyalahgunaan wewenang, pertanggungjawaban keuangan, dan seterusnya, itu memang betul bisa dibawa ke pengadilan manakala pihak yang bersengketa tidak puas terhadap Putusan Mahkamah Partai. Rujukannya adalah Pasal 33 UU Parpol,” jelas Said.
Said menambahkan, Pasal 33 membuka ruang penyelesaian perselisihan partai politik di pengadilan negeri, termasuk kasasi ke Mahkamah Agung jika perselisihan di internal parpol tidak bisa diselesaikan secara internal. Tetapi khusus untuk perselisihan kepengurusan pasal itu tidak bisa diberlakukan.
Sementara itu Survey LSI yang menerangkan bahwa elektabilitas Golkar kini di bawah 10 persen (8,4 persen) merupakan capaian terendah dalam sejarah perjalanan politik Partai Golkar.
Demikian disampaikan Jurubicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga, Sabtu (20/12/2014).
“Survei tersebut sekaligus mengkonfirmasi apa yang sudah disampaikan Poros Muda Golkar beberapa waktu lalu, jika Golkar tidak segera rekonsiliasi, maka akan merosot di bawah 10 persen dan hanya menjadi partai papan tengah saja di pemilu 2019 mendatang,” jelas Andi.
Seharusnya, lanjut Andi, fakta-fakta tersebut bisa membuka akal sehat kedua belah pihak bahwa semakin berlarutnya dualisme kepengurusan DPP Golkar, justru akan merugikan Partai, merugikan kedua belah pihak.
“Seharusnya para senior di kedua belah pihak, bisa memberikan contoh bagi bagi generasi di bawahnya, meninggalkan legacy yang baik, bukan sebaliknya,” demikian Andi. (*)