Home / Politik / Terbitkan Perpu Pilkada, KMP Nilai SBY Berlebihan dan Sulitkan Jokowi

Terbitkan Perpu Pilkada, KMP Nilai SBY Berlebihan dan Sulitkan Jokowi

bidik.co — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan akan menandatangani UU Pilkada lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk membatalkan undang-undang tersebut. Koalisi Merah Putih (KMP) menganggap berlebihan dan akan menyulitkan Presiden terpilih Jokowi.

Anggota KMP, Partai Amanat Nasional (PAN) menilai langkah SBY terlalu berlebihan.

“Presiden overacting,” ujar Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi saat berbincang, Selasa (30/9/2014) malam.

Viva beralasan Pilkada melalui DPRD seperti yang diputuskan dalam UU Pilkada yang baru disahkan DPR tidak melanggar UUD 1945. Karena menurutnya, pasal 18 ayat 4 dalam UUD menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.

Pengertian demokratis oleh UU No 32 tahun 2004 yang direvisi menjadi UU no 18 tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah ditafsirkan bahwa demokratis itu pemilihan langsung, dan tidak ada yang menggungat.

“Tetapi masyarakat ini kan dinamis. Partai-partai, atau sebagian partai mengusulkan pemilihan melalui DPRD, yang sebenarnya itu menjadi draf awal pemerintah adalah pemilihan melalui DPRD. Kalau kemudian ada pemikiran pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu tidak melanggar UUD 1945, ya bagaimana, itu kan draf pemerintah awalnya. Dan karena hukum dinamis,” jelas Viva.

Alasan kedua, kata Viva, pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak melanggar prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Sebelum amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2, Viva mengatakan, kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.

Jadi MPR, menurut dia, pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Namun setelah amandemen UUD, bunyi pasal 1 ayat 2 adalah kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

“Maknanya, bahwa MPR bukan satu-satunya pemegang kedaulatan rakyat. Mandat rakyat dilaksanakan oleh cabang-cabang kekuasaan negara menurut UUD.

Jadi DPR dan DPD adalah pemegang kekuasaan legislatif, presiden dan wapres pemegang kekuasaan eksekutif, serta MA dan MK pemegang kekuasaan yudikatif. Artinya, lembaga-lembaga negara inilah penjelmaan dari kedaulatan rakyat melalui sistem demokrasi perwakilan,” ucapnya.

Yoga juga menepis tudingan jika pemilihan melalui DPRD sebagai kemunduran demokrasi. Bagi dia, pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah reevaluasi dari proses reformasi. Viva justru meyakini pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa memunculkan kepala daerah yang berkualitas, berintegritas, berkapasitas, dan berintelektualitas.

“Jadi kenapa overacting, meskipun dalam UUD disebutkan bahwa presiden mempunyai kewenangan mengeluarkan Perpu dalam keadaan gawat dan genting, apakah pemilihan DPRD itu akan mematikan demokrasi, apakah melanggar kedaulatan rakyat, apakah melanggar UUD, kan tidak,” cetusnya.

“Jadi kalau akan mengeluarkan Perpu, silakan saja. Nanti kan harus melalui persetujuan DPR juga toh,” pungkas Viva.

Sementara politikus Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengecam usulan SBY mengajukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang pemilihan umum kepala daerah. Selain dianggap tidak konsisten, Yani juga menilai rencana SBY membawa masalah baru bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

“Jika diajukan, perppu akan dibahas pada masa sidang selanjutnya yaitu ketika Jokowi memerintah. Di situlah problem baru akan dimulai karena Jokowi tidak setuju pemilihan oleh DPRD,” kata Yani, Selasa (30/9/2014).

Yani mengatakan seharusnya SBY menyerahkan pengajuan Perppu kepada Jokowi sebagai presiden selanjutnya. Dasar pengajuan perppu setiap presiden, kata Yani, jelas berbeda. “Ini yang ingin disamakan oleh SBY. Padahal paradigmanya sudah berbeda,” lanjut Yani.
Politikus PAN Herman Kadir juga berpendapat senada dengan Yani. Menurut Herman, hak mengajukan Perppu untuk UU Pilkada seharusnya berada di tangan Jokowi yang sebentar lagi akan dilantik. Keinginan SBY mengajukan perppu juga dinilai Herman blunder.

Jika perppu nantinya diajukan, kata Herman, juga akan berdampak pada posisi PDIP. Herman menilai peluang lolosnya opsi pilkada langsung tetap kecil karena jumlah suara partai pendukung lebih kecil dibanding koalisi Prabowo. “Nanti ujung-ujungnya PDIP malu dua kali,” kata Herman.

Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari mendukung langkah SBY. Jika perppu diajukan, Eva berjanji partainya akan mendukung penuh pengesahan aturan tersebut di DPR. Eva optimistis opsi pilkada langsung akan gol dalam sidang paripurna DPR periode 2014-2019. “Jumlah kami dan partai pendukung sudah lebih banyak. Jelas saya optimis,” kata Eva. (ai)

===

Komentar

Komentar

Check Also

Nuroji: Pilkada Harus Jadi Ajang Pendidikan Politik Bagi Masyarakat

Bidik.co— Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 bakal digelar pada November 2024. Pilkada yang terdiri …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.