Home / Catatan / Kekhawatiran Menghadang Jokowi di Istana

Kekhawatiran Menghadang Jokowi di Istana

Bidik.co — Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Jika tak ada rintangan, Oktober nanti pria yang akrab disapa Jokowi itu akan dilantik menjadi Presiden Indonesia periode 2014-2019.

Namun ada tiga hal yang menjadi kekhawatiran publik saat ini. Antara lain adanya upaya dari partai koalisi di pihak lawan yang berusaha ‘menguasai’ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski Indonesia menganut sistem presidensial, namun untuk urusan legislasi presiden masih harus melibatkan parlemen.

Ada juga kecemasan Jokowi akan berada di bawah bayang-bayang Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati, dan juga kalah oleh dominasi Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla. Berikut ini tiga yang dikhawatirkan akan mengganjal Jokowi di Istana.

1. Koalisi Permanen di DPR
Partai-partai pengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yakni Gerindra, PKS, PPP, PAN, Golkar menggalang kekuatan di Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui fraksi-fraksinya di Senayan mereka mengegolkan revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( UU MD3).

Salah satu revisinya adalah ‘mengganjal’ langkah PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilihan anggota legislatif 2014 menempati kursi DPR. Di pemilihan presiden dan wakil presiden tahun ini, PDI Perjuangan bersama Partai Hanura, PKB, Partai NasDem, dan PKPI mengusung duet Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Pengesahan revisi UU MD3 yang diputuskan saat rapat paripurna pada Selasa (8/7/2014) lalu, diwarnai ‘pertempuran’ sengit.

Keputusan ini awalnya akan diambil melalui proses pemungutan suara. Namun tiga fraksi di DPR yang menjadi pengusung capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla yakni, Fraksi PDIP, PKB dan Hanura walk out dari proses pemungutan suara.

Aksi walk out ini disebabkan ketidaksetujuan mereka atas perubahan tata cara penetapan pemilihan Ketua DPR. Sebelumnya, pemilihan ketua DPR ditentukan lewat sistem proporsional, artinya partai dengan perolehan suara terbanyak berhak menempati posisi Ketua DPR. Ketiga fraksi tak setuju dengan revisi tersebut.

“Demokrasi ini di tangan rakyat, menjadikan representasi, kepercayaan rakyat. Bagi saya ini kepentingan politik pragmatis soal RUU MD 3 hanya mengkhususkan pimpinan dewan. DPR kita akan menjadi ambisi kekuasaan. Saya harap pembahasan ini bisa ditunda,” kata anggota Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka di ruang Sidang Paripurna, Nusantara II, Selasa (8/7/2014).

Apabila pimpinan dan mayoritas kekuatan di DPR dikuasai kubu lawan, dipastikan posisi Jokowi sebagai presiden tak bisa mulus. Pasalnya sejumlah kebijakan dan legislasi harus melewati persetujuan DPR.

2. Bayang-bayang Megawati Soekarnoputri
Muncul kekhawatiran jika Joko Widodo (Jokowi) terpilih sebagai Presiden tak bisa lepas dari bayang-bayang Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Maklum Pria yang akrab disapa Jokowi itu adalah kader PDI Perjuangan pimpinan Megawati.

Soal kekhawatiran ini, beberapa tokoh membela Jokowi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara terkait adanya keraguan jika mantan Wali Kota Surakarta itu menjadi pemimpin nasional.

Dikutip dari setkab.go.id, Minggu (6/4/2014), SBY menilai masyarakat tidak perlu terburu-buru menganggap Jokowi tidak mampu memimpin. Jokowi menurut SBY akan memiliki solusi dan kebijakan nasional setelah menyerap aspirasi masyarakat yang ditemuinya.

“Dengan cara beliau menyampaikan itu, berdebat di sana-sini, rakyat akan tahu apa yang dimiliki oleh Pak Jokowi dan dimiliki oleh capres-capres yang lain. Dengan demikian, pada saatnya nanti akan bisa menentukan siapa yang dianggap paling baik dan paling tepat untuk menjadi presiden setelah saya nanti,” tutur SBY melalui program “Isu Terkini” yang ditayangkan melalui Youtube.

Juru bicara Jokowi-JK, Anies Baswedan turut memberikan pembelaan. “Pak Jokowi tahun 2012 pernah dianggap boneka Prabowo. Ingat? Malah sempat jadi cover majalah yang sebelah wajahnya Pak Jokowi, sebelah Pak Prabowo. Tapi tidak terbukti kan?” ujar Anies dalam konferensi pers di Holiday Inn, Bandung, Jawa Barat, Kamis (3/7/2014).

Anies juga menegaskan bahwa tudingan tersebut tak berdasar. Jokowi bahkan menjadi agen perubahan dengan program-program konkret. “Jadi kalau sekarang dibilang Jokowi bonekanya Megawati Insya Allah tak terbukti, karena dulu soal tudingan boneka Prabowo jelas tidak terbukti malahan sekarang Pak Jokowi mau menghentikan Pak Prabowo di Pilpres,” kata Anies.

3. Dominasi Wakil Presiden Jusuf Kalla
Kekhawatiran bahwa JK akan mendominasi bakal mendominasi gaya kepemimpinan ketika Jokowi menjadi presiden pertama kali dilontarkan oleh Fahri Hamzah. Melalui akun Twitternya @fahrihamzah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera itu ‘berkicau’.

“Apa kesan kita tentang JK? Memori tentang dominasi JK atas SBY tentu takkan kita lupa,” kata Fahri lewat twitter @fahrihamzah hastag #JKDominasiJKW, Senin (30/6/2014).

Fahri mengungkit periode 2004-2009 adalah periode awal SBY memimpin. Kala itu JK dipilih untuk memecah Golkar yang saat itu mencalonkan Wiranto yang memenangkan konvensi dan Wiranto memilih Gus Sholah sebagai wakil.

Bagi Fahri, ini periode Presidensial yang menarik. Seorang Presiden memulai kekuasaannya yang berasal dari rakyat. “Tapi saya tahu betapa tidak mudah…mengelola kekuasaan besar…span of control yang besar,” katanya.

Fahri menilai wakil presiden dalam tradisi presidensialisme yang baru ini nampak sejak awal salah posisi. JK dinilainya memposisikan diri sebagai presiden kedua, yang sejak awal sangat menonjol.

“Jika ditelusuri hidupnya, tentu dominasi JK dapat dipahami. Karena usianya yang lebih tua. Lihat bicara JK lebih cepat. Jokowi pasti sudah kalah,” kata Fahri

Akankah kekhawatiran-kekhawatiran tersebut terbukti? Kita tunggu saja! (ai)

Komentar

Komentar

Check Also

Malari

bidik.co — Malapetaka Limabelas Januari atau yang dikenal dengan Malari adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.