Home / Kolom_4 / Memudarnya Rasa Malu

Memudarnya Rasa Malu

bidik.co — Rasa malu kita sebagai bangsa mungkin sudah habis. Kita tidak lagi malu memiliki bangsa berjulukan paling korup di dunia.

Jika Orde Baru ditumbangkan kaum reformis karena dianggap menciptakan sistem pemerintahan yang korup, nyatanya setelah reformasi tahun 1998 hingga kini sistem pemerintahan yang ada masih bertahan pada pola lama, pola korup.

Pentingnya rasa malu dalam membangun bangsa Indonesia sepertinya terlupakan, bila melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia yang tidak banyak perubahan.

Semakin Parah
Jika di tahun 2002 Transparency International (TI) yang berbasis di Berlin-Jerman meletakkan Indonesia sebagai negara terkorup nomor 4, tahun 2003 Indonesia ada di urutan ke-6. Hal ini berarti dari 133 negara yang diteliti pada 2003, Indonesia masih bertengger di papan atas sebagai negara paling korup di dunia.

Rasa malu ini merupakan pelengkap dari survei sebelumnya yang diadakan PERC (Political and Economy Risk Consultancy) terhadap 1.000 pengusaha ekspatriat yang bekerja di 12 negara di Asia.

Dengan skor 9,92, maka lengkaplah sudah penderitaan batin bangsa yang berjuluk sebagai negara yang terkorup di Asia.

Menurut TI dalam penelitian ini, tingkat korupsi Indonesia ternyata tidak lebih baik jika dibandingkan dengan Papua Niugini (2,1), Vietnam (2,4), Filipina (2,5), dan Malaysia (5,2).

Jangankan dibandingkan dengan Singapura, sebagai negara terbersih kelima (9,7) dan Finlandia sebagai negara terbersih pertama (9,7), dengan Vietnam saja Indonesia masih kalah.

Tanpa sadar para ilmuwan, akademisi, intelektual, politisi dan masyarakat umum melihat korupsi bukanlah sebuah fenomena biasa, atau sekadar gejala yang lazim dalam sebuah masyarakat. Tanpa sadar, dalam diri kita sendiri menyatakan bahwa korupsi adalah bagian dari kebudayaan kita!

Selanjutnya Indeks Indonesia tahun 2011 sama dengan tahun 2009 dan 2010. Sementara itu, dari 178 negara yang disurvei, Indonesia berada di peringkat ke-110. Ini artinya, untuk Indonesia tak ada kemajuan, ”jalan di tempat”.

Pemberantasan korupsi bisa membahana dengan segala kegemuruhannya, tetapi pada sisi lain korupsi jalan terus.

Sementara pada tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Indonesia sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar.

Secara global, lima negara dengan skor tertinggi adalah Denmark (90), Finlandia (90), Selandia Baru (90), Swedia (88) dan Singapura (87).

Lima negara terbawah adalah Somalia (8), Korea Utara (8), Afghanistan (8), Sudan (13) dan Myanmar (15). Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi yang sudah mengakar.

Pada situasi seperti ini menunjukkan korupsi di Indonesia sangat parah, sudah menjadi kejahatan luar biasa. Korupsi juga telah merambah dari tingkat kebijakan dan ruang lingkupnya juga makin luas.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah merambah pada semua sektor mulai dari bidang pendidikan, kehutanan, hingga tataran ketahanan pangan.

Dampak dari korupsi itu bisa dirasakan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Korupsi seharusnya menjadi musuh dari setiap orang karena dampaknya dirasakan mulai dari jangka pendek hingga jangka panjang.

Ajaran Rasa Malu
Dalam ajaran agama manapun, khususnya Islam rasa malu itu sangat penting dan tidak bisa diabaikan. Tapi kenapa bangsa Indonesia yang beragama tidak mencerminkan bangsa yang memiliki rasa malu, bila melihat kejadian-kejadian memalukan yang kerap terjadi.

Memang tidak semua dari individu bangsa ini tidak memiliki rasa malu, tapi tetap saja akan terkena imbas bila ada orang atau pemimpin yang tidak memiliki rasa malu. Lihat saja dan cari dimana letak rasa malu bila melakukan. Akibatnya yang ditimbulkan bukan hanya mereka yang tidak punya rasa malu, tapi kita semua.

Karena itu, kalau saja bangsa Indonesia memiliki rasa malu, bangsa ini akan sejajar dengan bangsa maju lainnya dengan segudang kekayaan alam yang dimilikinya.

Tapi kenapa kenyataannya tidak pernah terjadi dan sebaliknya adalah Indoneisa masih menjadi anak kecil yang harus diberi asupan nutrisi secara terus menerus dari bangsa lain?

Bila rasa malu menjadi bagian dari sikap dalam membangun bangsa Indoneisa, Bangsa Indoneisa akan menjadi lebih besar dari beberapa negara lain yang tidak sekaya bangsa ini.

Bangsa ini akan mandiri, bangsa ini tidak akan tergantung utang, bangsa ini tidak dilecehkan bangsa lain, bangsa ini akan menjadi bangsa yang disegani dan lain sebagainya.

Malu untuk korupsi, malu untuk menindas saudara sendiri, malu melecehkan saudara sebangsa, malu memeras bangsanya sendiri, apalagi malu memeras bangsa sendiri demi kepentingan bangsa lain.

Dengan rasa malu, individu yang beruntung tidak akan mencuri, menekan dan mengakali saudara sebangsa demi keuntungan pribadi. Sebaliknya bagi individu bangsa yang tidak beruntung, tidak menghalalkan segala cara dalam memperoleh keberuntungan mengabaikan rasa malunya.

Penerapan rasa malu sangat perlu dimulai dari pribadi hingga tingkat atas bangsa ini, agar bangsa ini tidak lagi jalan di tempat, tidak dilecehkan dan tidak dianggap bangsa yang tidak tahu malu dengan tindakan korupsi, pelecehan, kekerasan, copas dan lain sebagainya.

Rasa malu sepertinya adalah mutlak dan lebih dari sekadar penting dalam membangun bangsa Indonesia. Karena itu, kita, keluarga atau pun para elit politik dan pemerintahan perlu menanamkah rasa malu sebagai bagian dari perilaku kesehariannya di negara ini.
Bukan rasa malu untuk tidak mengaku salah bila bersalah, bukan rasa malu untuk tidak memeras saudara sebangsanya sendiri dan rasa malu lain yang dimiliki oleh kita, apalagi umumnya kita merasa malu bila tidak lagi disebut hebat.

Kita semua sebaiknya mengedepankan dan menjadikan pentingnya rasa malu dalam perilaku keseharian mulai saat ini juga, kecuali kita memang sudah tidak punya rasa malu.

Indonesia perlu perubahan, negara Indonesia memerlukan dukungan seluruh rakyat yang memiliki rasa malu. Kita semua perlu memiliki dan mengembalikan rasa malu itu dalam membangun negeri ini, sesuai dengan bidang kita masing-masing.

Di sinilah akhirnya bisa kita pahami bahwa merosotnya nilai kebersamaan antar-sesama bangsa Indonesia disebabkan memudarnya rasa malu bangsa, hal ini mengharuskan adanya upaya untuk membangkitakan budaya malu bangsa ini.***

Husna, dosen Universitas Nasional dan Universitas Trilogi Jakarta

Komentar

Komentar

Check Also

Opini 2

Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2 Opini 2Opini 2Opini 2Opini 2Opini …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.