Home / Editorial / Transisi Kepemimpinan Nasional

Transisi Kepemimpinan Nasional

bidik.co — “Selamat datang Bapak Presiden dan Ibu beserta jajaran lembaga presiden setelah beliau mengucapkan sumpah di hadapan MPR. Sekaligus hari ini mohon diri pamit meninggalkan tempat dan kantor yang saya gunakan beserta pemerintahan yang saya pimpin selama ini. Pemimpin akan datang dan pergi. Tapi semua akan membawa yang terbaik. Pemimpin, siapa pun, tidak bisa bertugas tanpa pertolongan dan bantuan serta dukungan dari rakyat Indonesia.”

Begitu kata Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sambutannya di ruang Istana Merdeka, Jakarta, Senin (20/10/2014). SBY mengucapkan selamat datang kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka. SBY menyampaikan dirinya beserta keluarga akan pamit meninggalkan Istana.

Tatkala SBY dan Ibu Ani meninggalkan Istana Negara, warga melambaikan tangan dan berebut ingin memotret. ”Hidup SBY, Terima Kasih SBY” teriak warga. Suasana haru pada saat itu sangat kentara ditambah lagi dengan lagu “Pantang Mundur” yang dinyanyikan paduan suara.

Dalam sejarah transisi kepemimpinan nasional, Indonesia telah mengalami enam kali peralihan kekuasaan, tapi belum pernah sekali pun masa transisi berlangsung mulus.

Selalu ada peristiwa tak menyenangkan yang melatarbelakangi suksesi kepemimpinan nasional. Namun SBY berusaha memberikan yang terbaik dengan menyukseskan peralihan kepemimpinan secara terhormat.

Jauh hari, di Bali, Presiden SBY bertemu empat mata dengan presiden terpilih Jokowi yang akan menempati puncuk pimpinan nasional.

Pertemuan antara Presiden SBY dengan Presiden terpilih Jokowi merupakan lembaran baru dalam sejarah politik nasional yang mendorong budaya transisi kepemimpinan nasional yang baik dan saling menghargai.

Hal ini sejak awal telah diingatkan oleh SBY untuk menandai satu tradisi baru, dimana setiap presiden yang outgoing atau meninggalkan kantor untuk melakukan komunikasi tentang hal-hal umum dengan penyelenggara pemerintahan.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pengalaman yang sangat pribadi ketika SBY terpilih sebagai presiden pada 2004. SBY mengutus seorang staf untuk berhubungan dengan istana, sayang niat itu tidak bergayung sambut, sehingga SBY mulai memimpin tepat sekali ketika beliau dilantik.

Karenanya, ini sebuah tradisi baru yang mulai dibangun dari pemerintahan Presiden SBY kepada pemerintahan baru. Kita ingin agar ada sebuah kesinambungan dari pemerintahan yang sekarang kepada pemerintahan yang baru.

Tradisi transisi kepemimpinan nasional seperti inilah yang harus dijaga dan dilanjutkan oleh pemimpin setelah ini. SBY adalah orang yang pertama memulai transisi kepemimpinan nasional dengan damai dan bermartabat. Transisi ini akan dikenang dalam sejarah Indonesia.

Meski banyak kekurangan dari pemerintahannya, setidaknya SBY telah membangun tradisi baru untuk menciptakan pergantian kepemimpinan nasional secara damai dan bermartabat.

Sekarang saatnya bagi Presiden Jokowi untuk bekerja dan terima kasih mantan Presiden SBY. (Agus Ismanto)

Komentar

Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.