bidik.co — Hasil quick count sejumlah lembaga survei menyebutkan Jokowi-JK unggul atas Prabowo-Hatta, tetapi ada sebagian lembaga survei yang menunjukkan data sebaliknya.
Tak tanggung-tanggung, quick-count tersebut langsung dipublikasikan di berbagai media massa, terutama di sejumlah stasiun TV.
Lucunya, sejumlah stasiun TV tersebut saling menyajikan hasil quick-count dari lembaga-lembaga survei yang disinyalir juga “berasal” dari masing-masing kubu, sehingga sangat wajar jika angka-angkanya pun sangat berbeda.
Memang, sebagian masyarakat mengaku sangat bingung dengan perbedaan hasil quick-count yang disiarkan oleh para stasiun TV tersebut, namun masyarakat di lapisan tertentu sudah maklum dengan “sikap” sejumlah stasiun TV dan juga “ulah” dari para lembaga survei tersebut yang seakan memang sengaja diposisikan oleh kedua kubu sebagai “bumper” dalam menangkal berbagai “serangan” lawan, dan juga untuk menggulirkan pandangan-pandangan keberpihakan terhadap jagoan masing-masing.
Sehingga tak usah heran, mengapa sejumlah media TV dan para lembaga survei di kedua kubu itu kini saling memberikan dan menyajikan keterangan serta informasi yang sangat berbeda.
Anehnya, meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyatakan bahwa hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres baru akan diumumkan pada Selasa (22 Juli 2014), namun para timses beserta para pendukung fanatik di kedua pasangan Capres masih juga tetap “ngotot” mengklaim diri masing-masing sebagai pihak pemenangnya.
Bahkan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menganggap hasil rekapitulasi KPU salah jika hasilnya berbeda dengan hitung cepat yang dilakukan pihaknya.
“Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (10/7/2014) sore.
Meskipun kemudian pernyataannya diralat bahwa dirinya tak pernah sekali pun memiliki niat untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu.
“Saya tak bermaksud mendelegitimasi KPU. Sama seperti kalau ada yang mengatakan matahari terbit dari barat, orang pasti sudah tahu yang mengumumkan resminya adalah KPU,” kata Burhanuddin, dalam sebuah diskusi di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (17/7/2014).
Burhanuddin mengatakan, hitung cepat dilakukan dengan semangat sebagai pembanding dan penekan potensi kecurangan perolehan suara dalam pemilu. Ia siap mempertanggungjawabkan penelitiannya, termasuk bersedia diaudit jika diperlukan.
Karena itu, harus disadari bahwa kepastian siapa capres-cawapres terpilih adalah kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena itu, dalam melakukan rekapitulasi suara, KPU harus bekerja profesional, jujur, transparan, sesuai amanah rakyat yang direalisasi dalam surat suara.
KPU harus berpegang pada data formulir C 1, rekapitulasi dari tiap tiap TPS. Profesionalisme dan independensi KPU benar-benar dipertaruhkan. Dan yang sangat penting, KPU jangan mau ditekan dan dipengaruhi oleh pihak mana pun, termasuk pihak asing. Kita tunggu profesionalisme dan kemandirian kerja KPU. (ai)