Home / Kolom_3 / Menuju Partai Masa Depan

Menuju Partai Masa Depan

Oleh: A Hakam Naja

Enam belas tahun lalu, tepatnya 23 Agustus 1998 Partai Amanat Nasional (PAN) dideklarasikan. M Amien Rais sang pendiri menegaskan bahwa PAN sebagai partai yang terbuka bagi warga negara Indonesia. Dengan visi menjadi partai yang terdepan dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur.

Sifat dan visi PAN tersebut menjadi persyaratan utama untuk mewujudkan partai mendepan yang modern.

Partai politik sebagai salah satu komponen demokrasi mutlak harus ada dalam setiap negara yang menganut faham demokrasi, oleh karena itu tidak akan ada negara demokrasi tanpa kehadiran partai politik. Semua negara modern pasti memiliki partai politik.

Secara ideal fungsi partai politik adalah untuk memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, mewakili kepentingan rakyat, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing serta menyediakan sarana suksesi kepentingan politik secara sah dan damai. Persyaratan-persyaratan inilah tampaknya yang selalu menjadi orientasi PAN untuk menjadi partai mendepan yang modern.

Tiga model parpol
Untuk melihat perkembangan partai politik di dunia, kita bisa mencontohkan tiga negara yang memiliki tradisi partai politik yang cukup lama, yaitu; Amerika Serikat, Italia dan Jerman. Dari masing-masing negara tersebut sangat jauh berbeda perkembangan tradisi partai politiknya.

Pertama, Sampai sekarang Amerika Serikat masih memiliki sistem dua partai (two-party system), yakni partai Republik dan Demokrat meski sebenarnya ada beberapa partai yang lain tapi tak cukup mendapatkan dukungan rakyat. Kedua partai ini tentunya memiliki pendukung masing-masing. Seperti Partai Republik yang cenderung didukung kalangan kelas menengah ke atas dan Partai Demokrat cenderung didukung kalangan kelas menengah ke bawah. Partai Demokrat memposisikan dirinya sebagai “sayap kiri” yang berasaskan prinsip liberalisme, sedangkan dari kubu Republik memposisikan dirinya sebagai “sayap kanan” yang bersifat konservatif.

Selain dua partai besar yang menguasai Amerika Serikat tersebut, ada pula suatu partai yang disebut sebagai “third party”. Partai ketiga ini berfungsi sebagai wadah bagi orang-orang yang memiliki visi lain di luar Republik dan Demokrat. Partai ketiga ini cenderung mengambil simpati orang-orang dengan mengangkat suatu isu yang spesifik misalnya tentang lingkungan yang diusung oleh Green Party. Partai ketiga ini juga memiliki kedudukan di kongres, dua partai besar yakni Republik dan Demokrat biasanya membentuk aliansi dengan para pendukung partai ketiga agar dua partai besar ini mendapatkan suara dari partai ketiga.

Dengan pola rekruitmen pejabat publik yang dilakukan oleh partai politik di Amerika, cenderung bahwa partai politik bukan lagi berbasis pada ideologi tetapi pada isu atau pragmatisme kepentingan.

Kedua, Italia merupakan negara dengan bentuk republik parlementer. Italia menghadapi tantangan-tantangan di dalam stabilitas politik domestiknya. Ketidakstabilan politik di Italia salah satunya disebabkan oleh perbedaan ideologi antarpartai di Italia. Negara ini sendiri menerapkan sistem multipartai dalam partai politiknya. Pada partai berhaluan kanan politik Italia terdapat partai People of Freedom yang saat ini memimpin dengan beberapa partai koalisi. Kemudian di partai dengan haluan kiri terdapat Democratic Party. Selain kedua partai ini terdapat pula partai lain yang berhaluan tengah seperti Future and Freedom for Italy, Union of the Center, dan lain-lain. Ada pula partai yang tidak mengikuti haluan dan menempatkan dirinya sebagai partai yang tidak berafiliasi.

Bertolak belakang dengan Amerika, tampaknya Italia sangat kuat mempertahankan basis ideologi partai, bahkan sangat ekstrim mempertahankannya. Bagi Italia, instabilitas politik bukan menjadi persoalan, yang terpenting adalah apa yang dikerjakan partai politik bersandarkan pada ideologi yang kukuh.

Ketiga, Posisi Jerman tampaknya menjadi “jalan tengah” antara Amerika yang pragmatis dan Italia yang ideologis. Hal yang menarik dalam kehidupan partai politik di Jerman, setiap pemerintahan yang berkuasa, tidak memiliki peluang untuk melarang suatu partai politik. Jerman memiliki beberapa besar, di antaranya; Partai Sosial Demokratik Jerman (SPD) yang beraliran sosialis demokratis dan Uni Demokratik Kristen Jerman (CDU) yang merupakan partai konservatif. Biasanya pemenang Pemilu kalau bukan CDU adalah SPD.

Dalam sistem demokrasi yang dianut Jerman, partai-partai politik memegang peran yang konstitutif. Yang berarti jika salah satu partai politik menang dalam pemilu baik tingkat daerah ataupun tingkat federal/pusat, maka partai ini berkuasa penuh dan bertanggung jawab atas pelaksanaan politik dalam periode pemerintahan yang ditentukan. Sedangkan partai yang tidak menang akan bertindak sebagai pihak oposisi yang selalu kritis terhadap kebijakan pemerintah yang berkuasa.

Pengalaman tradisi partai politik di Jerman menunjukkan bahwa partai-partai memiliki basis ideologi yang jelas seperti partai sosialis, partai demokrat. Namun demikian Jerman memperlakukan ideologi dalam berpartai secara lunak (soft ideology).

PAN Menuju Partai Mendepan
Pengalaman yang telah dimiliki oleh negara-negara yang memiliki tradisi kehidupan partai politik yang cukup lama, mengharuskan PAN untuk bercermin. Sebagai partai yang lahir di masa reformasi, PAN sebenarnya dapat menonjolkan sifatnya yang terbuka dengan kaderisasi yang berkualitas.

Namun demikian untuk mewujudkann hal itu perlu melihat persoalan yang dialami oleh partai-partai di tanah air pascaReformasi. Kondisi partai politik di Indonesia pascaReformasi 1998 sungguh memprihatinkan. Kondisi manajemen parpol yang ada mirip dengan partai tradisional di negara berkembang yang masih tertatih-tatih berdemokrasi. Mereka mengandalkan sosok figur yang menjadi pesona untuk mengendalikan parpol, bukan manajemen modern yang demokratis dan bergantung pada kompetensi.

Peran figur yang kuat malah membuat partai politik di Indonesia berwajah tidak demokratis. Padahal partai politik dibentuk supaya ada demokratisasi di Indonesia.
Pada awal pembentukan organisasi memang dibutuhkan kepemimpinan yang kharismatik. Hal itu menguntungkan untuk menjaga kohesivitas internal partai. Meski demikian, kepemimpinan kharismatik itu perlu segera ditransformasikan dalam sistem agar organisasi itu tidak hancur.

Pada masa datang yang dibutuhkan bukanlah partai yang hadir dengan kekuatan massa yang mudah berpindah dan terpengaruhi. Bukan pula yang dipilih karena kharismatik seseorang yang atau karena ada seseorang. Tetapi partai yang dipilih berdasarkan sistem kaderisasi dan gagasan yang kuat. Itulah partai yang nantinya benar-benar dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia. Partai seperti inilah yang akhirnya membuat kedewasaan berpolitik bangsa Indonesia semakin hadir dan berkembang di masyarakat, layaknya negara-negara demokrasi lain seperti Inggris ataupun Amerika Serikat.

Dengan realitas seperti ini, yang perlu dilakukan; pertama, membangun sistem organisasi yang mapan sehingga membentuk budaya organisasi kuat dan menjadi tradisi yang akan diwariskan dalam jangka panjang.

Kedua, partai modern dibangun melalui kemampuan anggotanya untuk melakukan proses refleksivitas (reflexivity). Partai memfasilitasi anggota-anggota organisasinya mampu melihat ke masa depan dan membuat perubahan-perubahan di dalam struktur atau sistem jika diprediksi hal-hal tertentu tidak akan berjalan. Dengan demikian, partai modern adalah partai yang progresif dalam beradaptasi dengan situasi dinamis. Kecermatan dalam merumuskan dan mengaplikasikan platform partai menjadi keniscayaan, bukan semata fokus pada rencana pragmatis figur politik.

Ketiga, partai modern dibangun melalui tahapan kaderisasi. Ketiga tahapan tersebut berjalan secara integratif yakni merekrut orang untuk bergabung dengan wadah partai, lantas membina kader menjadi loyalis serta mendistribusikan kader ke dalam posisi-posisi tertentu. Perkembangan dinamis-pragmatis kerap menciderai tahapan kaderisasi ini. Partai kerap menjadi pintu masuk bagi munculnya politisi-politisi non kader yang mengatasnamakan partai dalam perebutan jabatan publik tertentu. Sehingga, kerap merusak suasana batiniyah kader sekaligus menumbuhkan parasit yang suatu saat akan menggerogoti tubuh partai tersebut.

Keempat, partai modern harus mau dan mampu menjalankan fungsi-fungsi partai. Di antara fungsi-fungsi penting itu adalah menjadi saluran agregasi politik, pengendalian konflik dan kontrol. Bagaimana pun partai memiliki posisi penting dalam menstimulasi dan menunjukkan arah kepentingan politik yang semestinya menjadi perhatian publik. Selain itu, juga dapat menjadi saluran yang tepat saat konflik muncul dan eskalatif sekaligus menjadi pengontrol yang efektif dalam sebuah sistem politik.

Dengan persyaratan untuk menuju partai mendepan yang modern, ada hal yang patut diapresiasi dari pernyataan pendiri PAN M Amien Rais saat sebelum Kongres PAN di Semarang tahun 2005 yang menegaskan bahwa dirinya setelah melepas jabatan sebagai Ketua Umum PAN tidak akan mengambil posisi sebagai penentu partai tetapi akan sekadar memberi masukan pada partai. Tentunya hal ini merupakan langkah besar untuk menjadi partai mendepan yang modern. *

A Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN

 

Komentar

Komentar

Check Also

Bersatulah Indonesia!

A Hakam Naja, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN bidik.co — Pemilihan Umum …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.