bidik.co — Mantan hakim mahkamah konstitusi (MK) Dr Harjono menegaskan soal dalil pembukaan kotak suara oleh KPU yang dipermasalahkan Prabowo-Hatta. Harjono mengatakan pembukaan kotak suara adalah otoritas KPU.
“Terhadap akte-akte (yang dikeluarkan KPU) itu berlaku presumption of legality. Ada mekanisme hukumnya, salah satunya dengan putusan MK. Akte-akte itu adalah properti KPU karena itu dibuat oleh aparat KPU dari jenjang pusat ke bawah,” kata Harjono dalam sidang di MK Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Akte-akte dimaksud adalah berita acara, formulir-formulir dan berkas legal lain dalam kotak suara, yang dihasilkan dari proses pemilu dan ditetapkan oleh KPU dalam pleno resmi.
“Oleh karena itu kenapa harus minta ijin orang lain, justru kalau orang lain ingin lihat itu harus minta ijn KPU. Akte itu sudah jadi kebenaran publik sehingga KPU sendiri tidak bisa mengubahnya,” lanjutnya.
Kalaupun ada perubahan yang dilakukan terhadap isi dari kotak suara, maka bukan oleh institusi melainkan pribadi atau oknum dari penyelenggara.
Harjono mencontohkan untuk keperluan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR, maka untuk membuktikan siapa yang berhak, KPU akan membuka kotak suaranya. Selama ini, hal itu pun tidak pernah ada protes.
“Oleh karena itu anytime anywhere KPU bisa membuka kotak karena itu akte yang dibuat oleh dia sebagai lembaga mandiri. Oleh karena itu pembukaan kotak adalah otoritas KPU sebagai lembaga yang mandiri,” tegasnya.
Sebelumnya Ahli Hukum Tata Negara yang juga merupakan saksi ahli dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Margarito Kamis, berpendapat, pembukaan kotak suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum sebelum mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Konstitusi merupakan pelanggaran etik.
“Saya berpendapat, cukup masuk akal kalau diduga ada keraguan terhadap tindakan mereka (KPU). Tindakan itu tidak sah dan dalam konteks ini temasuk pelanggaran etik,” ujar Margarito dalam sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, di Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2014).
Margarito mempertanyakan tujuan KPU membuka kotak suara tersebut. Jika masih dalam bagian penyelenggaraan pemilu, kata dia, untuk apa KPU masih meminta persetujuan kepada Mahkamah Konstitusi.
“Apakah pembukaan kotak suara itu masih merupakan bagian tahapan penyelenggaraan pemilu? Andai KPU berpendapat karena ini miliknya berada dalam kekuasaannya, maka soal hukum yang muncul untuk apa KPU minta persetujuan dari MK?” tanya Margarito.
Keputusan KPU untuk memerintahkan membuka kotak suara, menurut Margarito, juga telah memunculkan keraguan di tengah masyarakat terkait kredibiltas penyelenggara pemilu.
“Kan susah memastikan apa yang ada di benak KPU. Tapi, saya berpendapat bahwa kalau ada keragu-raguan dalam kewenangan mereka maka ini jadi tindakan yang tidak sah. Jadi ini harus dikualifikasi sebagai pelanggaran etik,” ujar Margarito. (ai)