bidik.co — Pengacara Komjen Budi Gunawan, Fredrich Yunadi menilai, ada sejumlah kejanggalan yang menyebabkan proses penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi cacat hukum.
Kejanggalan pertama, pada saat penetapan itu pimpinan KPK hanya empat orang. Hal itu jelas melanggar UU. Karena pimpinan KPK menganut asas kolektif kolegial.
“Sudah sangat jelas bahwa, yang akan diputuskan oleh KPK wajib diputuskan oleh lima pimpinan,” kata Yunadi dalam diskusi “Menanti Ketegasan Jokowi” di Warung Daun, Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (31/1/2015).
Waktu penetapan dan diumumkannya Komjen BG jadi tersangka juga patut dipertanyakan. Apalagi, kata Fredrich, KPK tak pernah memberikan surat penetapan tersangka kepada Komjen BG.
“Penetapan tanggal 12 Januari, 13 diumumkan. Tidak ada 24 jam. Itu harus dipertanyakan. Pak Budi juga tidak pernah menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka,” tanya dia.
Saat ini pimpinan KPK hanya empat orang setelah Busyro Muqoddas berhenti karena masa jabatannya telah habis. Keempat komisioner KPK itu adalah Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, Bambang Widjojanto dan Zulkarnain.
Sebelumnya Tim kuasa hukum Budi Gunawan yang lainnya, Eggi Sudjana juga menilai, penetapan status tersangka terhadap Budi cacat hukum.
Eggi mengatakan dugaan penerimaan gratifikasi adalah saat kliennya sebagai pejabat eselon II pada 2003 hingga 2006. Artinya, kata dia, itu tak masuk ranah KPK.
Selain itu, saat penetapan status tersangka terhadap Budi komisioner KPK tak lengkap. UU KPK menyebut komisioner KPK adalah lima orang, sementara saat ini KPK hanya punya empat pimpinan.
“Keputusan KPK kan kolektif kolegial. Dari konteks UU KPK sendiri, mekanisme, cara kerja KPK harus lima orang komisioner. Kemarin dia empat orang, kurang satu. Itu cacat hukum bertentangan dengan UU KPK sendiri,” ujar Eggi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/1/2015).
Eggi juga menilai dalam mengusut kasus dugaan kepemilikan rekening gendut dan gratifikasi, KPK telah menyalahi kewenangannya.
Menurutnya, KPK telah melakukan kekeliruan dengan mempublikasikan dokumen terkait kasus Budi Gunawan ke hadapan publik. Padahal, seharusnya KPK wajib menjaga kerahasiaan dokumen terkait pengusutan kasus-kasus pidana. Apalagi dokumen perbankan.
“Tidak ada kita melawan KPK. Kita meluruskan oknum-oknum KPK nya, komisionernya yang bertindak kekeliruan secara jelas dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan hukum,” kata Eggi.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri meski pencalonannya sudah disetujui DPR setelah melewati fit and propert test pekan lalu. Penundaan itu diputuskan setelah secara mengejutkan KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dugaan suap. Budi kini masih tetap menjabat kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol).
Budi Gunawan pun telah melayangkan praperadilan sejak Senin 19 Januari lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain praperadilan, kuasa hukum Budi juga melaporkan pimpinan KPK ke Kejagung dan Bareskrim Mabes Polri. Dalam proses hukumnya, Budi Gunawan akan dibantu oleh tim hukum pribadinya serta Divisi Hukum Mabes Polri. (*)