bidik.co – Pakar hukum tata negara Yusri Ihza Mahendra menyarakan Mahkamah Konstitusi untuk menyoroti potensi kevakuman pemerintahan jelang lepas jabatan Presiden Susilo Yudhoyono.
Lantas timbul pertanyaan, bila MK RI membatalkan hasil pemilu dan penyelesaiannya berlarut-larut, dikhawatirkan, timbul kevakuman pemerintahan. Sementara itu Presiden SBY harus mengakhiri masa jabatannya pada 20 Oktober mendatang berdasarkan amandemen UUD 1945.
“Persoalannya, kalau ini berlarut-larut, timbul kevakuman kekuasaan. Jadi Pak SBY sudah habis jabatannya, presiden baru belum dilantik. Jadi siapa yang bertanggung jawab di negara ini? Ini persoalan besar. Kita yang saya sebut krisis konstitusi. Yakni terjadinya suatu masalah serius dalam kehidupan bernegara, tapi tidak ada jalan keluar konstitusional,” jelas Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, (15/8/2014).
Untuk itu, ia meminta MK agar memeriksa lebih substantif atau lebih dalam dugaan pelanggaran proses penyelenggaraan pemilu yang digugat oleh Tim Hukum Prabowo-Hatta. Dia mencontohkan sepeti Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menetapkan pemilu terakhir di Thailand inkonstitusional dan ilegal.
“Mahkamah memeriksa lebih substansi, lebih dalam seperti mahkamah konstitusi Thailand. Mahkamah Konstitusi Thailand kan dalam pemilu terakhir, itu dinyatakan inkonstitusional dan ilegal. Hasil pemilunya dibatalkan,” ujar Yusril.
Yusril Ihza Mahendra berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tak hanya menjadi lembaga penghitung suara yang terjebak dengan perolehan angka yang dihasilkan pihak bersengketa.
“Seperti misalnya MK di Thailand yang dapat menilai apakah pemilu konstitusional atau tidak konstitusional. Itu terkait legalitas pemilu itu sendiri,” kata Yusril saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum Prabowo-Hatta di sidang sengketa hasil Pilpres 2014, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Yusril menambahkan, bila di Thailand terjadi hal demikian, dengan sistem kerajaan, kevakuman kekuasaan di Thailand tidak perlu dikhawatirkan, karena, kata Yusril, raja dapat menutupi krisis tersebut.
“Tapi di Thailand sistem kerajaan. Ketika pemerintahannya bubar, raja ambil alih kekuasaan. Karena dia bisa menutup pemerintahan sementara,” ujar Yusril.
Yusril pun mengajak para ahli untuk memikirkan hal demikian. Karena menurut dia, tidak ada lembaga manapun yang dapat memperpanjang masa jabatan Presiden SBY.
“Tidak ada lembaga mana pun yang bisa memperpanjang masa jabatan Pak SBY. Dulu MPRS bisa menunjuk pejabat presiden. Pak Harto ditunjuk menjadi pejabat, ketika Bung Karno diberhentikan. Kalau sekarang, Pak SBY, habis masa jabatannya, tidak ada lembaga manapun, yang bisa memperpanjang masa jabatan Pak SBY. Termasuk beliau sendiri. Negara ini mau dibawa kemana?” pungkas Yusril. (if)